Sekitar tahun 1980-an, berdirilah Kelompok Paduan Angklung (KPA) di SMA Negeri 3 Bandung yang dipelopori oleh Djoko Nugroho, kemudian disusul adik-adik kelasnya seperti Budi Supardiman dan Asep Suhada. Mereka ingin membawakan lagu-lagu pop Indonesia maupun barat masa itu dengan angklung. Untuk itu ditulislah aransemen angklung yang menekankan prinsip paduan suara.
Salah satu contoh aransemen gaya ini adalah lagu “We are the Champions”. Lagu ini bergenre Rock anthem, dan terdengar megah karena memiliki elemen-elemen:
- Vokal dan harmoni yang kompleks, sehingga terdengar kaya.
- Instrumen yang beragam: dari piano, bass, dan drum, dengan gitar yang menonjol karena ada bagian solo-nya.
- Dinamika: Lagu ini memiliki dinamika yang bervariasi, mulai dari lembut di awal menjadi megah di tengah, dan ditutup dengan anthem yang diiringi gitar solo.
Sungguh tidak mudah membawakan lagu ini dengan hanya menggunakan satu instrumen, khususnya angklung yang sebenarnya sulit dimainkan secara dinamik. Untuk itu diperlukan gaya aransemen khusus. Seperti terlihat pada partitur:
- Melodi utama lagu dimainkan sebagai suara-1.
- Dibawahnya ditambahkan suara-2 dan seterusnya yang alunannya sedikit berbeda dibanding suara-1, bukan sekedar triol dari melodi utama.
- Untuk dinamika, ditambahkan makin banyak suara saat lagu memang ingin terdengar megah; atau digunakan akord jauh.
Para alumni KPA SMA 3 banyak yang melanjutkan ke ITB, dan kemudian mendirikan KPA ITB. Seiring dengan itu, gaya penulisan aransemen berkembang makin kompleks. Pembagian suara diperjelas antara rentang sopran, mezo sopran, alto, tenor, bariton, dan bass, yang semuanya dimainkan secara harmonis. Dengan demikian arransemennya tidak cuma terdiri atas dua atau tiga baris suara, tapi sudah mendekati tipe aransemen orkestra. Perbedaaanya adalah, pada musik klasik tiap baris suara dimainkan dengan alat musik tersendiri (misalnya violin, viola, contra-bass, string, horns, dan lain-lain) sehingga bersifat polyphone. Sementara itu untuk angklung, tiap baris suaranya masih sama (homophone). Dengan aranseman sekelas orkestra itu, lagu yg dimainkan akan terdengar “penuh”, tanpa perlu terlalu banyak alat tambahan selain angklung. Contoh aransemen orkestra angklung ini dapat dilihat pada lagu “Winter Games” maupun “Bohemian Rhapsody” kreasi Budi Supardiman. Lagu rock-opera yang aslinya dimainkan oleh orkestra piano ini diaransemen menjadi orkestra angklung 10 suara, sehingga terdengar sangat rancak.
Gaya aransemen tersebut berhasil membuat angklung membawakan lagu-lagu hit masa itu, sehingga membawa pembaharuan bagi angklung, dan berhasil menarik minat anak muda untuk bergabung.